Thursday 21 May 2015

Polemik Tilawah Langgam Jawa



Peringatan Isro’ Miroj di Istana Negara kemarin diwarnai sebuah polemik yang meskipun sepele tapi ternyata bisa menjadi berita utama. Peristiwa tersebut berkenaan dengan Mentri Agama yang membaca tilawah al-Quran menggunakan langgam Jawa. Sebenarnya aku heran kenapa hal semacam itu bisa menjadi berita besar, mungkin karna suasana politik yang sedang memanas atau karna disebabkan hal lain, padahal pembacaan Tilawah dengan Langgam bahasa Jawa sudah ada sejak pertama kali Islam tersebar di Jawa, jadi itu tidak bisa dikatakan sebagai hal yang baru.

Aku pribadi tidak termasuk kedalam golongan yang pro pada Tilawah berlanggam Jawa, tapi aku juga tidak begitu menentangnya. Hanya saja aku menyayangkan prilaku rakyat Indonesia yang begitu meributkan perkara tersebut. Padahal dirinya sendiri belum tentu bisa membaca basmallah sesuai tajwid. Belum lagi jika ditanya perihal mad, makhroj, gharibah, ghunnah, dsb. Jadi, daripada membuang waktu dan energi percuma, mending perbaiki bacaan sendiri.


Tilawah Langgam Jawa 

Buat yang kontra, aku akan sangat senang jika kalian mendengarnya sendiri terlebih dahulu untuk kemudian menunjukkan letak kesalahan tajwid pembacaan al-Quran berlanggam Jawa tersebut. Tidak perlu teori A, B dan C, cukup tunjukkan disebelah mana kesalahannya. Setelah itu bukalah al-Quran dan bacakanlah ayat yang sama dan perdengarkan bagaimana seharusnya membaca al-Quran yang benar. Itu baru namanya bertanggungjawab. Tapi kebanyakan, orang-orang yang dengan keras membesar-besarkan masalah ini ternyata tilawahnya malah lebih parah dari bacaan Mentri Agama tersebut, itu namanya sama saja tidak bertanggung jawab.

Jika aku dimintai pendapat tentang bacaan Mentri Agama tersebut, aku tidak bisa membela maupun menyalahkan. Aku tidak bisa membelanya karna bacaan tersebut memang keluar dari kaidah membaca al-Quran yang baik dan benar. Aku tidak bisa menyalahkannya karna sebenarnya kesalahan bacaan tersebut adalah kesalahan umum. Aku bisa dengan mudah menemukan kesalahan serupa atau bahkan yang lebih parah dari imam-imam Masjid disekitarku dan juga teman-teman sebayaku. Jika aku mencak-mencak oleh bacaan Tilawah Menag maka aku juga harus adil untuk mencak-mencak juga pada orang-orang disekitarku.

Jika aku boleh memberi saran, sebaiknya kita memang tidak membaca al-Quran dengan langgam jawa karna hal itu menyebabkan kerusakan pada kaidah bacaan. Secara arti memang tidak berubah, tapi bacaan tersebut keluar dari kaidah. Bagaimana seumpama kita bisa membaca Quran dengan langgam Jawa sesuai kaidahnya? Boleh saja sih, tapi memangnya bisa??

Satu hal yang perlu diingat dalam membaca al-Quran adalah sesuai kaidah. Iramanya terserah asalkan tidak merusak kaidah yang berlaku. Merupakan bagian dari Sunnah untuk melagukan al-Quran secara merdu tanpa keluar dari kaidah. Jika dengan dilagukan, tilawah menjadi keluar dari kaidah bacaan maka lebih baik ditinggalkan. Lebih baik membaca al-Quran dengan irama datar tapi sesuai kaidah daripada membaca al-Quran dengan suara merdu tapi keluar dari kaidah bacaan.

Al-Quran adalah satu-satunya kitab didunia yang memiliki kaidah bacaan yang begitu ketat. Ilmu membaca al-Quran tersebut disebut dengan ilmu Tahsin. Ilmu Tahsin sendiri dipelajari Rosul Muhammad saw (shallallahu ‘alaihi wassalam, pen) ketika mendengar bacaan tilawah Malaikat Jibril. Kemudian cara membaca Rosul saw diikuti oleh para sahabat untuk kemudian dipelajari oleh umat muslim sedunia. Jadi, ilmu tahsin bukan berasal dari budaya arab. Orang Arab sendiri belum tentu bisa membaca al-Quran secara tahsin karna tahsin adalah ilmu Islam, bukan budaya.

Membaca secara tahsin hanya dikhususkan untuk bacaan al-Quran saja. Untuk hal-hal lain tidak harus membacanya secara tahsin. Jadi, ketika mengumandangkan Adzan, berdoa dengan do’a yang bukan berasal dari al-Quran, membaca hadits atau percakapan berbahasa Arab. Kaidah tahsin tidak diberlakukan. Selama tidak merubah arti, sah-sah saja mengucapkannya sekehendak kita.

Tapi ketika membaca al-Quran, kaidah tahsin diberlakukan. Tidak hanya asal yang penting tidak merubah arti tapi harus mengikut kaidah. Irama apapun boleh asalkan tidak merusak kaidah bacaan. Nah, dalam membaca al-Quran dengan langgam jawa, kaidah bacaan menjadi rusak karna itu sebaiknya ditinggalkan. Bukan kesalahan fatal sih, tapi buat apa kita mempelajari Tilawah Quran dengan langgam Jawa jika hal itu mengurangi nilai bacaan kita? Bacaan lambat-lambat dan datar tanpa irama asal sesuai kaidah bacaan masih jauh lebih baik.

Jadi, bukan karna al-Quran itu tidak boleh dibaca dengan langgam budaya lain. Boleh saja asalkan tidak keluar dari kaidah. Pada kenyataannya, sudah banyak qari membuat irama al-Quran dengan caranya sendiri dan hasilnya kita bisa mendengarkan bacaan murotal yang begitu indah dan tidak monoton. Kita tidak hanya disuguhi bacaan Quran dengan satu irama itu-itu saja. Ada Ziyad Fatl, Misyari Rosyid, Ahmad Saud, Sa’d al-Ghamidi, Abu Usamah dan masih buanyak lagi. Itulah salah satu sisi menarik dari al-Quran, bisa dibaca dengan irama manapun. Kita sendiri juga boleh saja membuat irama sendiri dengan bacaan tilawah kita.



Tilawah Ziyad Fatel

Oh iya sampai lupa. Karna aku sudah menyarankan untuk meninggalkan Tilawah dengan Langgam Jawa, tentunya tidak bertanggungjawab sekali jika aku tidak menunjukkan letak kesalahannya. Seperti yang sudah kusebutkan diatas, kesalahan tersebut adalah kesalahan umum jadi tak perlu dibesar-besarkan. Dari yang aku dengarkan dari Youtube, Mentri Agama sudah berusaha memperhatikan tajwid tapi karna dia terikat aturan untuk membacanya dengan Langgam Jawa maka dia terlalu memaksakan tempo bacaannya agar sesuai langgam Jawa, itu berakibat keluarnya bacaan dari kaidah.

Perlu diketahui, salah satu kaidah membaca al-Quran adalah tempo (kecepatan) yang stabil. Hanya al-Quran yang memiliki aturan tempo yang harus benar-benar stabil. Kita tidak akan menemukan aturan semacam ini dalam musik. Memang, dalam musik juga ditentukan temponya tapi nilai ketukan dalam musik tidak harus stabil. Bahkan dalam lantunan Adzan sekalipun permasalahan tempo yang harus stabil tidak diberlakukan.

Kestabilan tempo dalam membaca al-Qur’an diusahakan tepat. Jadi sebelum membaca al-Quran kita harus menentukan tempo terlebih dahulu. Misalnya saja kita menggunakan tempo 2 ketukan perdetik maka tempo tersebut tidak boleh berubah sampai akhir. Tidak boleh membaca seperti Murotal Langgam Jawa tersebut, yaitu menggunakan tempo lambat kemudian menggunakan tempo cepat lalu kembali pada tempo lambat lagi, kesannya seperti mobil mogok yang berjalan tersendat-sendat.

Setelah kita menentukan tempo maka kita bisa menentukan harokat. Misalnya saja misalnyaa… kita menggunakan tempo 2 ketukan perdetik, maka nilai ketukan di awal, di tengah hingga akhir akan tetap 2 ketukan perdetik. Jadi jika kita membaca huruf sepanjang 4 harokat maka bacaan tersebut akan selesai dalam detik kedua. Begitu pula jika kita membaca huruf sepanjang 400 harokat tanpa waqof dan saktah maka bacaan tersebut akan berakhir di detik ke 200. Contoh, jika kita mengucapkan bismillah. Kita bisa jabarkan “bis” senilai 1 harokat, “mil” senilai 1 harokat dan “laah” senilai 2 harokat. Kita menggunakan  tempo 2 ketukan perdetik, 1 ketukan = 1 harokat. Jadi ucapan bismillah akan selesai di detik ke 2.

Bagaimana jika tanpa sengaja temponya berubah sepersekian detik? Tidak mengapa, itu kejadian yang sangat wajar, yang penting kita sudah mengusahakannya. Tentunya sangat sulit atau hampir mustahil menentukan tempo secara akurat karna kita bukanlah Komputer. Begitu pula sulit bagi kita menentukan tempo berapa ketuk perdetik, karna itu kita memakai perkiraan manusiawi saja. Kesalahan dalam Langgam Jawa adalah karna kesengajaan merubah tempo hanya demi menyesuaikan irama dan disitulah masalahnya. Mengabaikan aturan al-Quran demi menuruti aturan langgam jawa.

Aku tidak mengatakan bahwa langgam jawa itu adalah tindakan pelecehan terhadap al-Quran atau semacamnya, itu hanya kesalahan biasa. Hanya saja memang  disengaja. Perubahan tempo yang terjadi memang sebuah kesengajaan karna keterikatan irama pada Langgam Jawa, sebab itulah membaca al-Quran dengan menggunakan Langgam Jawa sebaiknya ditinggalkan. Lalu apakah membaca al-Quran dengan langgam jawa termasuk dosa? Wallahu a’lam. Mungkin lebih kepada makruh karna bacaan tersebut memang tidak merusak arti, namun menggunakan langgam jawa dalam membaca al-Quran tidak memberikan nilai lebih dari segi keindahan iramanya.

Kurasa tidak bagus juga kita sebagai muslim membesar-besarkan perkara yang sebenarnya sepele ini, apalagi jika ada tendensi politik didalamnya. Daripada hanya koar-koar lebih baik kita koreksi bacaan tahsin kita sendiri. Temui qori yang paham dalam ilmu tahsin lalu mintalah dia mengkoreksi tilawah kita (talaqi). Itu jauh lebih manfaat dan berkah buat diri kita. Rasanya lucu jika kita mengkoreksi bacaan orang lain sebelum kita sendiri mengerti bacaan yang benar itu seperti apa. Seperti pepatah bilang, “orang tenggelam tidak bisa menyelamatkan orang tenggelam.”


Baiklah, kurasa cukup sekian Obrolan Petang kali ini. Atas kesalahan dan kekhilafan dalam penulisan ini mohon koreksinya, terutama bagi para qari yang kebetulan membaca tulisan ini. Tulisan ini hanyalah opini sehingga dimungkinkan terdapat kesalahan. Terlebih lagi aku sendiri tidak bisa dikatakan sebagai orang alim. Aku hanyalah manusia biasa yang juga sedang tergerus oleh zaman. Hanya saja memang selama ini aku memiliki minat yang dalam terhadap pembelajaran tahsin sehingga berani membuat opini, tentu saja aku bertanggungjawab atas tulisan ini. Billahittaufiq wal hidayah. Wassalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.

winapurwokoadi.blogspot.com

Author & Editor

Has laoreet percipitur ad. Vide interesset in mei, no his legimus verterem. Et nostrum imperdiet appellantur usu, mnesarchum referrentur id vim.

3 comments:

  1. Memang diperbolehkan melagukan bacaan alquran, silahkan. Tapi ada lagu standsr yg disepakati...

    ReplyDelete
  2. Silahkan kunjung balik, wahydinqasal.blogspot.com

    ReplyDelete
  3. blog tidak bisa dikunjungi. permasalahan standar kurasa sudah kubahas. tidak mungkin bisa menggunakan metode musik untuk melagukan al-quran jika menggunakan tempo yang stabil.

    ReplyDelete

 
biz.