Obrolan
Petang kali ini aku akan mengangkat satu topik agak sensitif yaitu hubungan
antara ajaran Islam dengan peperangan. Dewasa ini, banyak sekali orang
mengkaitkan ajaran Islam dengan perang. Saya sendiri selaku penganut Islam
menjadi sedikit tersinggung karnanya. Hanya karna 1-2 orang yang mengaku
beragama Islam melakukan tindak terror kemudian seluruh umat Islam di dunia
dianggap teroris.
Memang
benar, Islam pernah melakukan peperangan dimasa-masa awal penyebaran Islam.
Tapi tetap saja Perang adalah jalan terakhir yang harus ditempuh setelah
beberapa upaya gagal. Nabi Muhammad saw sendiri tinggal bertahun-tahun di
Negeri kafir (Makkah), namun beliau tidak memerangi kaum kafir Quraisy meski
mendapat banyak sekali perlakuan buruk, justru Nabi saw mengajarkan untuk
membalas perlakuan buruk dengan perlakuan baik.
Kita
mengenal Perang Badar sebagai perang pertama Islam terhadap Quraisy. Itu kali
pertama Islam menempuh jalan perang. Perang itu perlu ditempuh karna banyaknya
umat Islam yang ditawan dan dibunuh, belum lagi harta benda yang dirampas. Jadi
perang tersebut memang harus dilakukan sebagai bentuk pembelaan diri. Jika saja
saat itu Nabi saw tidak memerintahkan perang maka umat Islam akan habis satu
demi satu. Peperangan berikutnya pun memiliki alasan yang sama, yaitu sebagai
bentuk pembelaan diri.
Sekiranya
ada jalan lain untuk menghindari peperangan tentulah Islam akan menempuh jalan
itu. Masih ingatkah tentang perjanjian Hudaibiyah? Untuk apa umat Islam
repot-repot melaksanakan perjanjian berat sebelah itu sementara Islam dalam
keadaan kuat jika bukan demi menghindari peperangan? Pada akhirnya perjanjian
itu dilanggar oleh kafir Quraisy, tapi apakah lantas Nabi saw memerintahkan
Islam untuk menghabisi kau kafir? Tidak. Nabi saw hanya menganjurkan kaum
Makkah untuk tidak keluar rumah demi menghidari pertumpahan darah.
Lalu
bagaimana dengan peperangan pada masa kekhalifahan? Itupun semua memiliki
alasan. Peperangan melawan Persia, Romawi dan sebagainya dilakukan karna
keinginan rakyat mereka sendiri. Rakyat Persia, Romawi dan lainnya merasakan
ketidak adilan pemerintahannya yang membebankan pajak terlalu tinggi. Ketika
mereka mengenal sistem Pemerintahan Islam, maka mereka mendukung upaya
pembebasan Negaranya, mereka bahkan mendukung dana, tenaga serta ide pembuatan
senjata baru agar Islam dapat menguasai Pemerintahan tersebut. Jadi tidak pas
jika dikatakan Islam menaklukkan Negara lain secara paksa, lebih tepat
dikatakan sebagai upaya pembebasan.
Islam
adalah agama yang lebih mengedepankan akal sehat dan nurani diatas otot.
Seperti halnya ketika Nabi saw mengirim Ja’far bin Abu Tholib kepada raja
Habasyah untuk saling mengadu ideologi. Dan juga Mush’ab bin Umair yang dikirim
kepada pembesar Madinah untuk berdiskusi menggunakan akal sehat. Sama sekali
tidak ada paksaan kepada Islam. Sebagaimana Nabi saw membiarkan kaum Quraisy
tetap dalam agamanya setelah pembebasan Makkah.
Lalu
bagaimana dengan anggapan bahwa Jihad fisabilillah adalah amalan terbesar dalam
Islam dan kematiannya berarti syurga? Untuk yang satu itu memang benar. Umat
Islam yang meninggal dalam perang (Jihad) mendapat gelar syuhada jika dia
ikhlas dengan amalnya. Namun peperangan dalam Islam itu ada etikanya, tidak
seperti pengeboman yang dilakukan kaum radikal belakangan ini.
Perang
dalam Islam itu memiliki banyak sekali peraturan. Misalnya saja, tidak boleh
menyiksa, tidak boleh merusak bangunan, tidak boleh membunuh wanita dan
anak-anak, tidak boleh membunuh orang yang mengucapkan syahadat (meski tidak
diucapkan dengan ikhlas), dan masih banyak lagi, selebihnya bisa dibaca sendiri
di Kitab-kitab Fiqh. Jadi, jika ada orang mengaku berjihad di jalan Allah
kemudian melakukan pengeboman di tempat umum dan melukai rakyat sipil, tentulah
dia melanggar hampir keseluruhan larangan perang dalam Islam. Dari merusak
bangunan, membakar pohon, membunuh wanita dan anak-anak, membunuh orang yang
mengucap syahadat, dan sebagainya. Dengan banyaknya pelanggaran yang dia
lakukan, masih pantaskah dia mengaku sebagai Mujahid?
Pada
kenyataannya memang, umat Islam mendapat banyak sekali ketidak adilan. Selagi musuh
Islam men-cap Islam sebagai teroris, mereka membantai umat Islam di segala
penjuru, dari Palestine, Myanmar, Iraq, Afghanistan, Syiria dan masih banyak
lagi. Hal semacam itu tentulah membuat darah muda Islam meletup. Cita-cita
menjadi syuhada pun mengakar kuat didalam hati. Namun memulai peperangan di
Negeri yang damai sama sekali bukanlah ajaran dalam Islam. Memang, semangat
berjihad seharusnya tetap tertanam kuat di dada, namun alangkah lebih bagusnya
jika kita mempelajari Fiqh terlebih dahulu.
0 comments:
Post a Comment