Puluhan
tahun telah berlalu sejak hari bersejarah Proklamasi, puluhan kali pula perayaan kemerdekaan
dilaksanakan diseluruh penjuru negri. Namun apakah sebenarnya kita sudah
merdeka? Jawabannya kembali kepada diri kita masing-masing karna hanya diri
kita sendirilah yang memiliki jawaban. Sebenarnya, merdeka itu apa sih? Merdeka
bisa diartikan sebagai kebebasan atau kemandirian. Kemerdekaan itu bersifat
relatif dan abstrak, sulit untuk menjelaskannya.
Jika
kemerdekaan berarti adalah kebebasan dalam melakukan apapun maka sampai matipun
kita tidak akan pernah mencapainya. Hubungan yang terjalin antar manusia
sendiri sudah mengekang kebebasan kita, begitu pula Hukum yang dibuat, norma
agama, tuntutan hidup dan yang lainnya membuat kita tidak akan pernah mencapai
makna kemerdekaan yang sebebas-bebasnya. Mungkin malah bisa dibilang, orang
yang paling merdeka adalah orang-orang yang sudah kehilangan kewarasannya alias
gila, kenapa demikian? Tentu karna dia bebas melakukan segalanya tanpa
mempedulikan aturan.
Namun
disini aku tidak akan membahas kata merdeka dalam pengertian kebebasan dalam
melakukan apapun. Aku lebih senang memaknai kata merdeka dalam artian
kemerdekaan jiwa. Dalam hal ini merdeka berarti kebebasan untuk menjadi diri
sendiri dan terlepas dari segala kepura-puraan dan tipu daya. Merdeka dalam hal
ini pada nyatanya tidak semua orang bisa melakukannya karna banyak orang
mengira bahwa menjadi diri sendiri itu berarti menampilkan segalanya tentang
dirinya, jika yang ditampilkan itu positif tentunya tak masalah, tapi bagaimana
jika negatif?
Pada
akhirnya manusia tidak bisa benar-benar merasa aman untuk menampilkan dirinya
sebagaimana adanya, merekapun menampilkan dirinya tidak sebagaimana dirinya
yang hal itu berakibat orang lain mengenalnya sebagai sesuatu yang bukan
dirinya. Bahasa sederhananya, seseorang yang tidak bisa menjadi diri sendiri
akan merasa terasing karna tidak ada seorangpun yang benar-benar mengenalnya.
Hal itu
menyebabkan manusia terbelenggu oleh kepura-puraan yang dia tampilkan. Dengan
berpura-pura menjadi sempurna dia malah terjebak dengan kepribadian yang sama
sekali bukan miliknya. Dan orang yang demikian tidak bisa dikatakan sebagai
orang merdeka. Mengenai hal itu KH. Abdullah Gymanstiar pernah berpesan,
“Jadilah engkau manusia merdeka, yang berani tampil apa adanya.”
Ya, berani
menjadi diri sendiri sebagaimana adanya adalah jawaban untuk melepaskan
belenggu yang mengikat jiwa kita.Hidup dengan jujur tanpa kepalsuan memang
membutuhkan keberanian. Memang, berusaha hidup dengan “topeng Malaikat” membuat
kita tampak sempurna sehingga didekati oleh banyak orang. Namun, hidup dalam
kepalsuan tidak akan beroleh apapun selain kepalsuan. Kita tidak akan pernah
merasa nyaman dengan diri kita dan akan senantiasa dihantui kekhawatiran jika
orang-orang mengetahui diri kita yang sebenarnya. Dengan bermain peran maka
kita tidak akan pernah mendapatkan apa yang benar-benar kita inginkan.
Seorang sahabatku pernah mengatakan sesuatu yang begitu indah yang sampai sekarang masih terngiang ditelingaku. Sebuah kalimat bijak yang
diselipkan dalam obrolan ringan kami, dia bilang begini, “kita itu sebenarnya
tidak perlu repot-repot untuk menyempurnakan diri untuk mendapatkan teman karna
yang dibutuhkan teman terhadap kita bukanlah kesempurnaan, tapi ketulusan.” Kalimatnya
begitu membekas hingga sekarang karna aku selalu bisa mendengar kata-katanya
dari tindakannya, itu berarti dia mengatakannya memang dari dalam lubuk
hatinya, bukan hanya mencontek dari buku-buku Pujangga.
Dia yang
kukenal memang tidak pernah memaksakan diri menjadi sesuatu yang bukan dirinya,
obrolan yang dia ucapkan hanyalah seputar obrolan ringan yang mengakrabkan
bukan bahasa langit yang sulit dimengerti, barang-barang miliknya bukanlah
barang yang dia beli hanya karna tuntutan keinginan ataupun trend tapi lebih
karna kebutuhan. Memang dia memiliki beberapa kekurangan, tapi tidak seorangpun
yang ambil pusing mengenai hal itu. Semua orang menyukainya karna dia selalu
melakukan segalanya dengan tulus. Dia benar-benar karakter yang terbebas dari
belenggu kepura-puraan, orang semacam itulah yang kuanggap sebagai orang
merdeka.
Banyak orang yang menuntut teman-temannya agar menerima dirinya sebagaimana adanya, tapi itu sama saja munafik karna nyatanya kebanyakan mereka menutupi jati dirinya. Berhutang sana-sini untuk membeli barang-barang yang bisa meningkatkan status sosialnya, berganti HP dan Motor yang sebenarnya tidak begitu perlu. Mempoles kata-katanya dengan bahasa indah tanpa dia sendiri memahami maksudnya. Pada akhirnya dia terjebak dalam kepribadian palsu yang dia buat sendiri dan mulai kehilangan jati dirinya. Dan, hidup dengan jati diri palsu adalah kehidupan yang membelenggu dan jauh dari kata merdeka.
Dan pada nyatanya memang kehidupan demikian yang sering kita temukan disekitar kita. Kita menjadi sulit mengenal teman-teman kita bahkan kadang merasa terkhianati ketika melihat jati diri teman kita tidak seindah yang selalu ditampilkannya. Keakraban pun memudar berganti tipu muslihat. Kehidupan yang hanya mengejar gengsi dan popularitas serta kehilangan makna. Yah, semoga kita bisa terlepas dari semua belenggu itu dan memberanikan diri mencapai kemerdekaan jiwa dan memolesi kekurangan kita dengan ketulusan.
sayangnya masih ada sebagian kita yang belum bisa menikmati kemerdekaan
ReplyDeleteyup. mereka yang memperjuangkannya justru tidak bisa menikmatinya.
Delete