Tuesday 11 August 2015

Menjadi Manusia Merdeka





Puluhan tahun telah berlalu sejak hari bersejarah Proklamasi, puluhan kali pula perayaan kemerdekaan dilaksanakan diseluruh penjuru negri. Namun apakah sebenarnya kita sudah merdeka? Jawabannya kembali kepada diri kita masing-masing karna hanya diri kita sendirilah yang memiliki jawaban. Sebenarnya, merdeka itu apa sih? Merdeka bisa diartikan sebagai kebebasan atau kemandirian. Kemerdekaan itu bersifat relatif dan abstrak, sulit untuk menjelaskannya.

Jika kemerdekaan berarti adalah kebebasan dalam melakukan apapun maka sampai matipun kita tidak akan pernah mencapainya. Hubungan yang terjalin antar manusia sendiri sudah mengekang kebebasan kita, begitu pula Hukum yang dibuat, norma agama, tuntutan hidup dan yang lainnya membuat kita tidak akan pernah mencapai makna kemerdekaan yang sebebas-bebasnya. Mungkin malah bisa dibilang, orang yang paling merdeka adalah orang-orang yang sudah kehilangan kewarasannya alias gila, kenapa demikian? Tentu karna dia bebas melakukan segalanya tanpa mempedulikan aturan.




Namun disini aku tidak akan membahas kata merdeka dalam pengertian kebebasan dalam melakukan apapun. Aku lebih senang memaknai kata merdeka dalam artian kemerdekaan jiwa. Dalam hal ini merdeka berarti kebebasan untuk menjadi diri sendiri dan terlepas dari segala kepura-puraan dan tipu daya. Merdeka dalam hal ini pada nyatanya tidak semua orang bisa melakukannya karna banyak orang mengira bahwa menjadi diri sendiri itu berarti menampilkan segalanya tentang dirinya, jika yang ditampilkan itu positif tentunya tak masalah, tapi bagaimana jika negatif?

Pada akhirnya manusia tidak bisa benar-benar merasa aman untuk menampilkan dirinya sebagaimana adanya, merekapun menampilkan dirinya tidak sebagaimana dirinya yang hal itu berakibat orang lain mengenalnya sebagai sesuatu yang bukan dirinya. Bahasa sederhananya, seseorang yang tidak bisa menjadi diri sendiri akan merasa terasing karna tidak ada seorangpun yang benar-benar mengenalnya.

Hal itu menyebabkan manusia terbelenggu oleh kepura-puraan yang dia tampilkan. Dengan berpura-pura menjadi sempurna dia malah terjebak dengan kepribadian yang sama sekali bukan miliknya. Dan orang yang demikian tidak bisa dikatakan sebagai orang merdeka. Mengenai hal itu KH. Abdullah Gymanstiar pernah berpesan, “Jadilah engkau manusia merdeka, yang berani tampil apa adanya.”

Ya, berani menjadi diri sendiri sebagaimana adanya adalah jawaban untuk melepaskan belenggu yang mengikat jiwa kita.Hidup dengan jujur tanpa kepalsuan memang membutuhkan keberanian. Memang, berusaha hidup dengan “topeng Malaikat” membuat kita tampak sempurna sehingga didekati oleh banyak orang. Namun, hidup dalam kepalsuan tidak akan beroleh apapun selain kepalsuan. Kita tidak akan pernah merasa nyaman dengan diri kita dan akan senantiasa dihantui kekhawatiran jika orang-orang mengetahui diri kita yang sebenarnya. Dengan bermain peran maka kita tidak akan pernah mendapatkan apa yang benar-benar kita inginkan.




Seorang sahabatku pernah mengatakan sesuatu yang begitu indah yang sampai sekarang masih terngiang ditelingaku. Sebuah kalimat bijak yang diselipkan dalam obrolan ringan kami, dia bilang begini, “kita itu sebenarnya tidak perlu repot-repot untuk menyempurnakan diri untuk mendapatkan teman karna yang dibutuhkan teman terhadap kita bukanlah kesempurnaan, tapi ketulusan.” Kalimatnya begitu membekas hingga sekarang karna aku selalu bisa mendengar kata-katanya dari tindakannya, itu berarti dia mengatakannya memang dari dalam lubuk hatinya, bukan hanya mencontek dari buku-buku Pujangga.

Dia yang kukenal memang tidak pernah memaksakan diri menjadi sesuatu yang bukan dirinya, obrolan yang dia ucapkan hanyalah seputar obrolan ringan yang mengakrabkan bukan bahasa langit yang sulit dimengerti, barang-barang miliknya bukanlah barang yang dia beli hanya karna tuntutan keinginan ataupun trend tapi lebih karna kebutuhan. Memang dia memiliki beberapa kekurangan, tapi tidak seorangpun yang ambil pusing mengenai hal itu. Semua orang menyukainya karna dia selalu melakukan segalanya dengan tulus. Dia benar-benar karakter yang terbebas dari belenggu kepura-puraan, orang semacam itulah yang kuanggap sebagai orang merdeka.

Banyak orang yang menuntut teman-temannya agar menerima dirinya sebagaimana adanya, tapi itu sama saja munafik karna nyatanya kebanyakan mereka menutupi jati dirinya. Berhutang sana-sini untuk membeli barang-barang yang bisa meningkatkan status sosialnya, berganti HP dan Motor yang sebenarnya tidak begitu perlu. Mempoles kata-katanya dengan bahasa indah tanpa dia sendiri memahami maksudnya. Pada akhirnya dia terjebak dalam kepribadian palsu yang dia buat sendiri dan mulai kehilangan jati dirinya. Dan, hidup dengan jati diri palsu adalah kehidupan yang membelenggu dan jauh dari kata merdeka.

Dan pada nyatanya memang kehidupan demikian yang sering kita temukan disekitar kita. Kita menjadi sulit mengenal teman-teman kita bahkan kadang merasa terkhianati ketika melihat jati diri teman kita tidak seindah yang selalu ditampilkannya. Keakraban pun memudar berganti tipu muslihat. Kehidupan yang hanya mengejar gengsi dan popularitas serta kehilangan makna. Yah, semoga kita bisa terlepas dari semua belenggu itu dan memberanikan diri mencapai kemerdekaan jiwa dan memolesi kekurangan kita dengan ketulusan. 


winapurwokoadi.blogspot.com

Author & Editor

Has laoreet percipitur ad. Vide interesset in mei, no his legimus verterem. Et nostrum imperdiet appellantur usu, mnesarchum referrentur id vim.

2 comments:

  1. sayangnya masih ada sebagian kita yang belum bisa menikmati kemerdekaan

    ReplyDelete
    Replies
    1. yup. mereka yang memperjuangkannya justru tidak bisa menikmatinya.

      Delete

 
biz.