Tuesday 19 April 2016

Menetapkan Tujuan













Sebagaimana perahu di tengah samudra, kita tak bisa membiarkan perahu kita diam di tempat dan terombang-ambing di lautan ombak. Kita harus memutuskan kemana perahu kita akan dibawa. Kita bisa memutuskan untuk pergi ke Malaysia atau India atau Amerika atau China atau Antartika atau kemana saja, yang penting perahu kita harus punya arah. Tak peduli apakah pada akhirnya perahu kita akan sampai di tujuan atau malah hancur di tengah badai. Setidaknya hancur dalam perjuangan adalah sebuah tindakan yang masih dapat dibanggakan.

Kehidupan juga begitu. Kita harus punya target. Bagaimana kita bisa merasa puas jika kita tidak tahu apakah kita sudah sukses atau belum? Menetapkan tujuan adalah hal yang penting karna prediktor terbaik kebahagiaan seseorang adalah apakah dia memiliki tujuan atau tidak. Orang yang bahagia adalah mereka yang terus bergerak mendekati tujuan hidup mereka. Tak begitu penting tentang seberapa tingginya tujuan yang harus kita raih, yang penting adalah kepuasan yang akan kita dapatkan.

Banyak orang mengira bahwa semakin besar cita-cita yang digantungkan makin besar pula tingkat kebahagiaannya. Kenyataannya, orang-orang yang menentukan tujuan yang tinggi bagi diri mereka sendiri dan kemudian meraihnya, tidak lebih bahagia dari orang-orang yang mempunyai tujuan yang biasa-biasa saja dan kemudian berhasil mencapainya.

Dalam menetapkan sebuah tujuan, selain kita harus memiliki tujuan jangka panjang, kita juga harus memiliki tujuan jangka pendek. Jika kita terlalu fokus pada pencapaian prestasi yang terlalu muluk, maka akan sangat sulit sekali bagi kita untuk bisa merasakan kepuasan. Karna kita akan selalu merasa bahwa tujuan kita masih begitu jauh. Bahkan kita akan kecapekan sendiri hanya dengan membayangkannya.

Pernahkah Anda mendaki gunung? Mungkin kesuksesan bisa juga di ibaratkan dengan mendaki gunung. Jika Anda membayangkan bahwa tempat yang harus Anda tuju ada dipuncaknya maka Anda akan membayangkan betapa melelahkannya perjalanan yang akan Anda tempuh sehingga Anda mungkin akan mengurungkan niat untuk mendaki gunung.

Karna itulah dibangun pos-pos di sepanjang perjalanan ke puncak. Puncak gunung di ibaratkan sebagai tujuan jangka panjang, sedangkan pos-pos di sepanjang perjalanan di ibaratkan sebagai tujuan jangka pendek. Nah, dengan adanya pos-pos itu, Andapun akan lebih termotivasi.

Saat Anda berada di kaki gunung, tempat pertama yang akan Anda tuju adalah pos 1 yang jaraknya hanya 2 km, tidak terlalu jauh kan? Andapun dengan mudahnya mencapai pos 1 dan mendapatkan energi baru dari kepuasan yang Anda raih. Setelah istirahat dan berbahagia karna tujuan yang berhasil Anda raih, Andapun bersiap menuju tantangan berikutnya, saatnya menuju pos 2. Begitu seterusnya hingga akhirnya Andapun berhasil mencapai puncak.

Kebanyakan dari kita beranggapan bahwa kesuksesan itu adalah jika kita berhasil meraih apa yang kita impikan, pernyataan itu memang ada benarnya tapi tidak sepenuhnya benar, kenapa? Karna nyatanya, tanpa adanya proses yang harus dilalui, banyak orang yang meski pada akhirnya berhasil meraih apa yang diimpiannya tidak merasa bahagia. Dengan memahami hal ini, kita bisa bersikap lebih bijak sehingga tidak akan mengambil jalan pintas untuk meraih impian kita.

Seorang siswa yang akhirnya meraih peringkat pertama dengan berbuat curang tidak merasa lebih puas dari siswa yang meraih peringkat keempat setelah ia mati-matian belajar. Mengenai hal ini KH Abdullah Gymnastiar pernah menguraikan pendapatnya, “Kesuksesan adalah ketika berbuat sesuatu, bukan kita mendapatkan sesuatu.” Jadi, perjuangan menuju pencapaian itu sendiri sudah merupakan kesuksesan.

Selain itu, kesuksesan bersifat subjektif. Hanya diri kita sendirilah yang tahu apakah kita sudah sukses atau belum. Orang lain tidak bisa menilai dan tidak berhak menilai. Jadi tidak selayaknya kita mengikuti saja keinginan orang lain tanpa kita mempertimbangkannya terlebih dulu, karna kesuksesan itu adalah masalah pribadi. Apa yang dipandang sebagai kesuksesan oleh orang lain tidak selalu berarti kesuksesan bagi kita.

Ada sebuah kisah tentang seorang Mahasiswa yang setelah berjuang sangat keras, akhirnya meraih gelar Sarjana, tak lama setelah itu dia mendapat pekerjaan di sebuah Perusahaan ternama dan menjabat sebagai seorang Manajer, Lalu iapun menikah dengan seorang wanita yang cantik jelita. Orangtuanya sangat senang akan hal itu dan melakukan perayaan besar-besaran, teman-temannyapun berdatangan dan mengucapkan selamat atas “kesuksesan” yang ia raih.

Sedangkan pemuda kaya itu sendiri, meskipun diluar ia selalu tersenyum dan nampak bahagia, namun dirumah ia menampakkan jati dirinya. Ia sering depresi, sering marah-marah tanpa sebab dan ia tampak sangat tidak bahagia. Sebenarnya apa yang kurang? Ia sudah menjadi orang kaya dan memiliki seorang istri yang sangat cantik. Bukankah itu dambaan (hampir) setiap orang?

Manajer muda yang kaya raya itupun mendatangi seorang Psikiater dan mengeluhkan segala permasalahan yang ia hadapi, ia merasa frustasi karna “kegagalannya,” ia marah dan benci kepada orangtuanya yang dia anggap sebagai penghalang cita-citanya, ia muak kepada teman-temannya yang telah mempengaruhinya dan terlebih lagi ia benci kepada dirinya sendiri. Sedari kecil ia terobsesi untuk menjadi seorang Dokter namun cita-citanya harus kandas karna ia membiarkan orang lain menyetir kehidupannya.

Seringkali orang lain mengira, bahwa mereka tahu apa yang terbaik buat diri kita, padahal mereka tidak tahu apa-apa. Mereka hanya bisa menduga dan menebak, dan seringkali tebakan mereka itu salah. Seperti halnya, kita membeli tiket pesawat terbang menuju Makkah, namun sang Pilot malah menerbangkan pesawatnya ke India dan mengajak kita menikmati keindahan arsitektur dari bangunan Taj Mahal yang mempesona. Karna bagi sang Pilot, Taj Mahal adalah bangunan terindah di dunia sehingga dia mengira bahwa kita juga akan senang jika di ajak ke Taj Mahal. Tentu saja kita marah pada Pilot yang sok tahu itu, kita ingin ke Makkah untuk menunaikan ibadah Haji, si Pilot tidak tahu betapa pentingnya bagi kita untuk pergi ke Makkah.

Suatu hari saya membaca sebuah buku yang sangat menarik tentang tekhnik meraih kebahagiaan. Di buku itu dijelaskan bahwa untuk meraih kebahagiaan, kita haruslah memiliki tujuan atau target pencapaian, namun pernyataan itu ditutup dengan sebuah kalimat “…tak ada seorangpun yang ragu bahwa pada akhirnya kita tak dapat mencapai tujuan hidup.” Yup, tentu saja. Karna setiap kita berhasil meraih satu prestasi, maka seketika itu pula kita akan menetapkan tujuan berikutnya.

Rosulullah shallallahu ‘alaihi wassalam pernah menggambar sebuah kotak di tanah. Lalu beliau menggambar garis horizontal di dalamnya, garis itu dimulai dari satu sisi gambar kotak dan membelah kotak itu menjadi dua bagian, namun garis itu tidak berhenti di sisi kotak yang lainnya, beliau terus menggoreskan garis itu hingga keluar dari kotak. Setelah itu beliau menggoreskan beberapa garis vertikal yang membujur di sepanjang garis horizontal yang membelah kotak tersebut. Sayang sekali saya tak bisa menggambarnya melalui artikel ini, semoga dari deskripsi tersebut, Anda bisa mendapatkan gambarannya.

Rosulullah shallallahu ‘alaihi wassalam menerangkan pada para sahabatnya tentang makna gambar tersebut. Gambar kotak itu melambangkan dunia. Ujung awal garis horizontal itu melambangkan awal kehidupan, garis itu terus berjalan membelah kotak sebagaimana waktu yang terus berjalan tanpa henti. Garis-garis vertikal di sepanjang garis horizontal itu melambangkan rintangan yang dilalui. Bagian ujung dari garis horizontal itu melambangkan angan dan impian yang hendak diraih. Ternyata ujung garis itu berada di luar kotak. Apakah artinya? Itu artinya angan-angan kita tidak akan pernah kita dapatkan meskipun ajal telah menjemput kita.

Dengan mengetahui bahwa kita pada akhirnya tidak akan mencapai tujuan yang telah kita tetapkan, maka kita akan bisa bersikap lebih arif dengan tidak terlalu ngotot untuk harus meraih impian kita. Kita haruslah paham bahwa tujuan kita menetapkan target kehidupan adalah demi kebahagiaan kita, maka kurang bijaksanalah jika dengan meraih cita-cita itu kita malah kehilangan kebahagiaan.

Kita menetapkan tujuan agar kita maju terus dan tidak diam di tempat. Seseorang memiliki impian untuk pergi ke bulan, namun setelah belajar dan melakukan pelatihan selama bertahun-tahun ternyata dia tidak lolos seleksi. Apakah hal itu menandakan bahwa dia gagal dan perjuangannya sia-sia? Tidak ! Mungkin dia memang gagal menjadi Astronot, namun setidaknya dia telah mendapatkan ilmu tentang menerbangkan pesawat. Kehidupan memang tidak selalu sejalan dengan apa yang kita inginkan, namun memiliki impian tetap jauh lebih baik daripada tidak memilikinya.

“Gantungkan cita-citamu setinggi langit !” adalah kata-kata motivasi yang biasa diajarkan seorang Guru pada anak didiknya, ini adalah kata-kata motivasi yang sangat tinggi nilainya. Jika pada akhirnya si Murid tetap tidak dapat menggapainya, setidaknya ia mengalami kemajuan.

Namun tidak jarang kata-kata motivasi ini malah menjadi bumerang yang malah menghancurkan kebahagiaan seseorang, jika tidak disikapi secara bijak. Apa gunanya seseorang meraih prestasi gemilang jika ia tidak bahagia? Sekali lagi, kebahagiaan tetap jauh lebih penting dari pencapaian prestasi itu sendiri, karna tujuan kita mencapai prestasi adalah demi kebahagiaan.

Mengenai hal ini, ada sebuah kisah menarik tentang seorang Office Boy yang karna kedisplinan dan kejujurannya dipindah tugaskan ke bagian keuangan dengan gaji empat kali lipat dari gajinya saat itu. Namun hal itu tidak membuatnya puas karna jabatan yang sebenarnya dia incar adalah sebagai HRD, sebuah tujuan yang hampir mustahil ia raih. Akhirnya iapun bekerja lebih giat lagi dan akhirnya jatuh sakit karna tidak mempedulikan kesehatannya.

Memiliki cita-cita tinggi itu boleh, bahkan di anjurkan. Tapi perlu diingat, cita-cita yang ingin diraih itu hendaklah realistis. Jika tujuan seseorang tersebut semakin realistis dan dapat dicapai, maka kemungkinan besar dia akan semakin merasa baik tentang diri sendiri. Dia akan lebih sering tersenyum dan bersyukur atas anugrah yang dia terima. Bukan malah menjadi orang yang selalu frustasi dan memaki diri sebagai orang yang payah dan selalu gagal.

Dalam menetapkan tujuan, hal lain yang juga perlu kita ingat adalah, jika kita memiliki berbagai macam tujuan yang hendak diraih, maka sebaiknya antara satu tujuan dengan tujuan yang lain itu saling berkaitan. Misalnya jika kita ingin menjadi seorang Psikolog, tak ada salahnya kita mempelajari juga ilmu filsafat dan Sosiologi. Jika antara satu tujuan dengan tujuan lain tidak saling berkaitan, maka kita malah akan kehilangan fokus dan mengalami banyak benturan. Seorang Pemburu yang hendak memburu dua ekor kelinci yang berlari berlawanan arah, malah tidak akan mendapat seekor kelincipun.

Menetapkan tujuan bisa dibilang sebagai bagian dari kehidupan itu sendiri, sehingga orang yang hidup tanpa tujuan adalah orang yang kehilangan arti diri mereka. Dan perlu dipahami bahwa tujuan hidup itu tidak akan berhenti meskipun kita telah berhasil menggapainya, karna itulah sifat dunia. Dunia akan memaksa kita untuk terus berjalan.

Tapi santai saja, kita tak perlu beranggapan bahwa kehidupan adalah serentetan tugas-tugas yang harus diselesaikan. Karna kebahagiaan sebenarnya tidak berada jauh disana, setelah kita berhasil mencapai apa yang kita impikan. Namun kebahagiaan ada di tempat ini dan saat ini. Maka jangan lewatkan momen-momen berharga dalam hidup kita. Saat kita berada bersama keluarga, saat kita menikmati secangkir teh atau saat bertemu kawan lama. Kebahagiaan bisa datang kapan saja jika kita mau mengubah persepsi kita, bahwa kebahagiaan itu sudah ada didalam genggaman kita.

Orang yang bahagia adalah orang yang menerima kehidupan dan hidup selaras dengannya. Ia tidak menghitung kesusahan dan kegagalan yang ia jalani, ia juga tidak merasa iri dengan anugrah yang diberikan kepada orang lain. Ia akan membuka kedua genggaman tangannya, tersenyum melihat banyak hal yang sudah ia dapatkan, dan melupakan apa yang telah hilang darinya. Siapakah mereka orang yang disebut bahagia? Mereka adalah orang yang senantiasa bersyukur dan selalu menghitung nikmat yang ada pada dirinya.

Tak perlu bersedih jika apa yang kita impikan tidak dapat kita capai. Toh, tujuan hidup yang kita canangkan itu pada hakikatnya “tidak penting-penting amat,” tak peduli betapa besarnya prestasi dan kekayaan yang telah kita dapatkan, pada akhirnya Allah akan mengambil semuanya kembali, dan hanya menyisakan amal perbuatan kita. Sesungguhnya segala sesuatu datang dari Allah dan akan kembali kepada Allah.

Allah memberikan kita kehendak, agar kita bisa melangkah kemanapun kita mau. Kita menetapkan tujuan hidup untuk membuat diri kita hidup, meskipun kita juga tidak ragu bahwa tujuan hidup yang kita canangkan itu pada akhirnya tidak akan kita raih juga. Karna itu kita tidak perlu mati-matian mengejarnya. Sisihkan sedikit energi untuk kasih sayang, untuk keluarga, untuk kebahagiaan dan untuk diri kita sendiri.

winapurwokoadi.blogspot.com

Author & Editor

Has laoreet percipitur ad. Vide interesset in mei, no his legimus verterem. Et nostrum imperdiet appellantur usu, mnesarchum referrentur id vim.

0 comments:

Post a Comment

 
biz.